Sunday, April 1, 2018

Menikah Itu Bukan Hanya Menjalani Hidup Bareng, tapi Juga Menikmatinya




judulnya sudah pas kan? Sal tulisan ini harusaya mengira-ngira aw diawali dengan tulisan yang rileks, tanpa beban, dan niatnya benar-benar mengutarakan pemikiran. Jadi sebelum dilanjutkan saya mengajak pembaca khususnya yang masih single untuk tarik nafas sebentar, bacanya alon-alon, dan berikan senyumannya dulu.

Bahkan ketika kuliah saya cenderung menutup diri dan menjauhi rasa suka atau apapun yang berkaitan dengan pendekatan.
Saya takut pacaran, saya juga takut kandasnya suatu hubungan dan merasakan sakit hati. Itulah mungkin yang dulu pernah saya rasakan sebelumnya.
Saya berteman dengan siapa saja, pendengar dari pihak-pihak yang berbeda pendapat kemudian saya sendiri nanti yang akan memutuskan jalan. Begitupun dengan urusan cinta ini.

Satu teman memberikan saya saran agar membuka hati, sebab dari perkenalan itulah akan muncul cinta yang mungkin akan langsung ke hubungan serius.
Akhirnya, saya memilih jalan saya sendiri dengan tidak mempersoalkan saran-saran teman saya tersebut. Saya menikmati hidup dengan segala urusan dan pekerjaan.

Selain menjalani kehidupan mahasiswa pada umumnya saya juga sibuk dengan pekerjaan yang menuntut saya untuk tetap menjalani hari-hari dengan statis. Itu-itu saja.
Sampai diakhir masa perkuliahan, semua teman sudah naik pelaminan dan saya masih sendirian. haha.. (Doakan ya, semoga cepat #eh)

Nah, yang menjadi menakutkan adalah ketika saya berhadapan dengan lingkungan yang sebagian besar telah menikah bahkan serasa orang paling tua yang belum menikah. Usia saya kalau di perkotaan sebenarnya relatif masih muda, hanya saja dunia perkampungan jelas berbeda. Ahhh pasti tau lah.
Sampai pada akhirnya, berbondong-bondong teman saya mengirimkan motivasi, kata-kata tentang jodoh, dan seabreg tausiyah-tausiyah.

Suatu waktu saya baca tentang pernikahan itu harus siap dengan segala resiko. Bukan hanya hal-hal yang baik yang harus dipersiapkan tetapi hal-hal lain yang tak terduga. Rasa capek, lelah mengurus rumah tangga, hubungan yang kadang memanas karena emosi, sampai masalah perekonomian yang harus siap ditangani suatu hari nanti.
Saya berhenti sejenak ketika dihadapkan pada judul artikel yang meminta orang yang ingin atau akan menikah untuk siap dengan resiko bahwa menikah bukan hanya tentang tertawa bersama. 

Lohh, Kenapa? Saya kira dalam urusan apapun harus bisa tertawa bersama loh. Ketika dalam susah pun jangan lupa bahagia.

Karena saya selalu menginginkan pernikahan itu adalah hubungan partner yang saling melengkapi selain hubungan suami isteri. Bukan dia suami yang harus saya agungkan saja, tetapi sahabat yang ketika saya susah bisa saya bagi dengannya.

Bagi saya menikah itu, susah ataupun bahagia harus dibagi bersama dan tidak meninggalkan makna "senyuman". Menikmati hidup bersama sebagaimana hidup biasanya. Karena ketika singlepun bukannya persoalan hidup itu selalu ada? Ya jelaslah pasti ada, nah bagaimana kita meraciknya adalah seni yang berbeda.

Tetapi, sesusah apapun hidup jika orang yang menjalaninya penuh syukur semuanya akan dijalani dengan kerendahan hati dan penuh kesadaran. Makanya bagi saya, menikah itu bukan hanya menjalani tradisi yang dituntut, tetapi menikamati perputaran roda hidup bersama dengan penuh kebahagiaan.


                                                                                                                          (YL)

No comments:

Post a Comment